Blogger Widgets

Saturday, February 8, 2014

Cuma Mimpi # 1

Hingar bingar akademisi di siang itu  merangsang gairahku untuk berjalan-jalan di keramaian. Kupalingkan titik pandang sesekali lalu kutangkap beragam raut wajah yang beku, “ suasana hari ini seperti bertamasya ke pekuburan “ gumamku. Biasanya mereka seperti pelangi yang selalu berwarna dibalik mendungnya awan dan lirih sinar sang surya. 
Kedua kaki masih saja berlomba hingga akhirnya kukendalikan menuju ke sekelompok orang yang selalu kuberi predikat “ teman ”. Dengan langkah kecil dan rapat  aku mendekat lalu mengambil tempat yang memang sudah kupesan sejak kami berhasil sepakat atas “ persahabatan “. Selalu saja ada syair pembuka untukku, seolah mengantarkan aku ke pembahasan mereka. Ribuan kalimat diolah dan diisi dengan pembahasan tentang suatu pesta, kemegahan, dan kepuasan. Seperti medan magnet,ada positif ada pula negative, ada yang berbicara ke utara,timur,selatan, dan barat. Dengan raga yang berbeda dan jiwa masing – masing membuat percakapan begitu berwarna hingga kulupakan raut – raut wajah orang mati tadi.
Tenggelam dengan berbagai topik yang tak tentu arah dan apa nilainya itu sudah menjadi alarm bagi mereka untuk bergegas menuju ruang hidupnya masing masing. Saling melempar senyum dan tawa mereka hilang ke dimensi mereka sendiri, pulang kerumah,pulang ke penampungan anak titipan daerah yang berbayar, “ Ha . ha . ha hidup anak kost “.
Aku tertinggal ditemani hening tanpa rasa, aku juga harus kembali ke dimensi ku sendiri yang tentu pola rajutnya berbeda.

Langkahku terburu –buru dan diburu rasa ingin membuang air hasil seni organ – organ ragawiku, “ kenapa harus dikeluarkan ? Katanya seni, harusnya disimpan saja,walaupun pada akhirnya berurusan dengan resep-resep dokter . . . “ Yah memang harus dibuang disitulah seninya. Kutuntaskan urusan di tempat yang berlabel “ semak dan dinding “ , aku dikejutkan oleh suara parau lelaki yang asing. “ Hei mau kah kau ikut denganku ke suatu tempat yang tidak kau ketahui  ? “ katanya.
Sembari memarkir kembali alat seni ku, kesempatkan menoleh memastikan apakah wajahnya pernah tergambar di memori otakku.
Ternyata memang “ asing “. Spontan saja gelengan kepala kuberi dengan ikhlas atas ajakannya. Tidak biasanya aku menolak apapun dari siapapun.
Dibalasnya gelenganku dengan menggorok lehernya sendiri seolah mengisyaratkan kekecewaan. Kakiku terpaku menyatu dengan tanah, tubuhku membatu akibat peraduan takut, kaget, heran, dan bingung. Kebekuan saat itu terpecah seketika, diiringi langkah kaki yang cepat dan nyaring.
Seorang perempuan ternyata, sifat manusiaku mulai bertingkah, yah dia cantik dengan rambut yang terurai sampai dileher. Pakaian serba hitam membalut tubuhnya, matanya sayu tapi terasa sakit jika kupandangi. “ siapa ? “ tanyaku spontan.
“ Mau kah ikut denganku ? jawabnya, jawaban yang membuat pilihan ganda di mulutku, “ kemana ? “, “ tidak “ atau “ iya “.
Aneh,ragaku mengendalikan apa yang biasanya jiwaku ingin lakukan, aku berlalu dengan kata “ tidak “ yang bergema di telingaku sendiri.
Perilaku yang sama ditunjukkannya di depanku, menggorok leher kemudian mereka pergi berlalu. Sejenak aku terhenti dan melihat kemana mereka akan menghilang, diikuti darah dari leher mereka, gelapnya ruang yang tidak sempat kumasuki tadi menelan mereka dengan tegas !
Mereka menghilang di WC yang tidak layak mendapatkan apresiasi dari  kelompok manapun.

. . . “ oiii kuliah oiii” samar terdengar,dan menyadarkan aku dari sofa tempatku merebahkan diri.
“ oh Cuma mimpi ji “.

Dalam kebisingan suara mahasiswi dengan pasrah kuputuskan untuk tidur lagi.

“ nd’ kuliah ko kah ? “ ujar temanku.

“ Zzz… “.

OmB

No comments:

Post a Comment